Al Imam Muhammad bin Ali Shahib Al Hauthoh

( MUHAMMAD MAULA AIDID )

Yang pertama kali mendapat gelar Aidid ialah waliyyullah Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Faqih bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholi Qasam…………Rasulullah Muhammad SAW.

Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh ini adalah generasi ke 23 dari Rasulullah SAW.

Gelar yang disandangnya karena beliau adalah orang yang pertama tinggal dilembah Aidid yang tidak berpenduduk disebut “ Wadi Aidid “, yaitu lembah yang terletak di daerah pegunungan sebelah barat daya kota Tarim, Hadramaut (Yaman) dan mendirikan sebuah Masjid untuk tempat beribadah dan beruzlah (mengasingkan diri) dari keramaian.

Penduduk disekitar lembah tersebut mengangkat Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh sebagai Penguasa Lembah Aidid dengan gelar Muhammad Maula Aidid . Maula berarti Penguasa.

Al-Imam Muhammad Maula Aidid pernah ditanya oleh beberapa orang “Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah Masjid yang juga dipakai untuk shalat Jum’at, sedangkan di lembah ini tak ada penghuninya ? “. Lalu beliau menjawab “ nanti akan datang suatu zaman dimana zaman tersebut banyak sekali Umat yang datang kelembah ini, datang dan bertabaruk.

Alhabib Umar bin Muhammad Bin Hafidz pada kesempatan ziarah di Zambal, menceritakan ucapan Al-Imam Muhammad Maula Aidid tersebut dihadapan murid-muridnya, kemudian ia berkata didepan maqam Al-Imam Muhammad Maula Aidid “ Wahai Imam kami, semua yang hadir dihadapanmu ini menjadi saksi akan ucapanmu ini “.

Al-Imam Muhammad Maula Aidid dilahirkan di kota Tarim sekitar tahun 754 Hijriyyah, istrinya bernama Syarifah binti Hasan bin Alfaqih Ahmad seorang yang sholehah dan zuhud. Dikarunia 6 orang anak lelaki, yaitu Ahmad Al-Akbar, Abdurahman, Abdullah, Ali, Alwi dan Alfaqih Ahmad. Dari keenam orang anaknya hanya tiga orang yang melanjutkan keturunannya, yaitu Abdullah, Abdurrahman dan Ali.

Abdullah dan Abdurrahman mendapat gelar Bafaqih yang kemudian menjadi leluhur “Bafaqih”. Diberi gelar Bafaqih karena Beliau alim dalam ilmu fiqih sebagaimana ayahnya dikenal masyarakat sebagai seorang ahli ilmu fiqih. Sedangkan anaknya yang lain yang bernama Ali gelarnya tetap Aidid yang kemudian menjadi leluhur “ Aidid “.

Al-Imam Muhammad Maula Aidid mempunyai enam 6 orang, yaitu :

1. Ahmad Al-Akbar, keturunannya terputus, beliau sangat mencintai ilmu pengetahuan, mendalami ilmu pengobatan dan ilmu analisis. Lahir dan wafat di Tarim. Wafat tahun 862 H. bersamaan tahun wafat dengan ayahnya.

2. Abdurrahman Bafaqih, mempunyai 5 orang anak lelaki, 3 diantaranya meneruskan keturunannya, yaitu : Ahmad, Zein, Atthayib

Abdurrahman Bafaqih wafat di Tarim tahun 884 H.

3. Abdullah Al-A’yan An-Nassakh Bafaqih mempunyai tiga orang anak lelaki :

Alwi (tidak punya keturunan)

Husein (keturunan di Qamar), mempunyai seorang anak yang bernama Sulaiman yang lahir di Tarim dan wafat di Al-Mahoo tahun 1009 H. Sulaiman ini mempunyai anak Husin, Husin mempunyai anak Abubakar. Al-Habib Abubakar ini menjadi Sultan di kepulauan Komoro di Afrika Utara.

Ahmad, mempunyai dua orang anak lelak

a. Sulaiman

b. Ali, mempunyai dua orang anak lelaki :

- Abdurrahman
- Muhammad, lahir di Tarim Kemudian Hijrah dan menetap di Kenur (India), kemudian pindah ke Heiderabat (India)

dan wafat disana. Al-Habib Muhammad mempunyai 7 orang anak :

- Ahmad (tidak diketahui)

- Umar, wafat di India.

- Abdullah, wafat di Khuraibah.

- Husin Lahir dan wafat di tarim tahun 1040 H.

- Abubakar lahir di Tarim dan wafat di Qoidon tahun 1053 H.

- Ali wafat di Khuraibah.

Abdullah Bafaqih wafat selang beberapa tahun wafatnya Abdurrahman Bafaqih dalam perjalanan dari kota Makah Al-Mukarramah ke kota Madinah Al-Munawwarah yang dimakamkan disekitar antara kedua kota suci tersebut.

4. Ali Aidid wafat tahun 919 H, mempunyai tiga orang anak lelaki :

Muhammad Al-Mahjub, wafat tahun 973 H.

Abdullah.

Abdurrahman wafat tahun 976 H.

5. Alwi Bafaqih, keturunannya terputus pada generasi ke 7 tahun 1123 H.

6. Alfaqih Ahmad (tidak punya keturunan)

Waliyullah Muhammad Maula Aidid seorang Imam besar pada zamannya dan hafal Al-Qur’an sejak usia muda. Guru-Guru beliau :

1. Syech Muhammad bin Hakam Baqusyair, di Qasam

2. Al-Faqih Abdullah bin Fadhal Bolohaj

3. Al-Muqaddam Al-Tsani Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah. Beliau belajar kepadanya 20 tahun.

4. Al-Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail

5. Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al-Khatib

6. Anak-anak dari Al-Imam Abdurrahman Assegaf

7. Al-Imam Muhammad Maula Dawilah (berdasarkan kitab Al-Ghurror)

Murid-muridnya :
1. Abdullah Alaydrus bin Abubakar Assakran

2. Ali bin Abubakar Assakran

3. Muhammad bin Ahmad Bafadhaj

4. Muhammad bin Ahmad Bajarash

5. Umar bin Abdurrahman Shahib Al-Hamra

6. Muhammad bin Ali bin Alwi Al-Khirid (Shahib kitab Al-Ghurror)

7. Anak-anaknya.

Dalam Kitab Al-Ghurror halaman 358 Diceritakan oleh Alfaqih Ali bin Abdurahman Al-Khatib :

Aku bermaksud mendatangi Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid dari rumahnya ke Wadi, tidak aku temukan beliau disana. Maka ketika aku tengah berada di Wadi tersebut, tiba-tiba aku mendengar suara gemericik air di selah bukit, padahal tidak ada awan mendung ataupun hujan. Maka aku berniat mendekat untuk menjawab rasa penasaranku terhadap bunyi tadi yang datangnya dari Wadi. Seketika aku melihat Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid sedang duduk dan air yang muncrat dari celah-celah bukit mendatanginya. Lalu Muhammad bin Ali Shohib Aidid menyuruh untuk aku duduk. Lalu aku mengambil tempat untuk minum air tersebut. Setelah itu aku mandi dan berwudlu . Selesai itu kami berdua meninggalkan Wadi . Setelah sampai dirumah , keluargaku bertanya : “ Siapa yang telah menggosokkan Ja’faron ditubuhmu ? “. Aku menjawab tidak ada yang menggosokkan Ja’faron ketubuhku. Keluargaku berkata : “Ja’faron itu tercium dari badan dan bajumu !”. Maka aku menjawab beberapa saat yang lalu aku mandi dan mencuci bajuku bersama Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid. Saat itu juga aku bersihkan harum ja’faron itu dengan air dan tanah, tetapi harumnya tidak bisa hilang hingga waktu yang lama.

Dalam Kisah Al-Masra Al-Rawi Jilid I hal 399 diceritakan

Bahwa Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid banyak membaca Al-Qur’an disetiap waktu terutama surat Al-Ikhlas. Beliau adalah orang yang zuhud . Beliau memandang dunia hanya sebagai bayangan yang cepat berlalu. Banyak fakir miskin dan tamu yang datang kepadanya dengan berbagai keperluan, dan beliau selalu memenuhinya. Ahklaknya lebih lembut dari tiupan angin. Beliau dikuburkan di pemakaman Jambal disisi kakeknya Muhammad bin Abdurrahman bin Alwi.

Menurut kisah Syarh al-Ainiyah hal.206

Tertulis bahwa Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid mendawamkan bacaan surat Al-ikhlas antara shalat Maghrib dan Isya sebanyak 3000 kali.

Waliyyullah Muhammad Maula Aidid wafat di kota Tarim pada tahun 862 Hijriyyah. Dimakamkan di Pemakaman Jambal disisi kakeknya Muhammad bin Abdurrahman bin Alwi.

Ayah beliau Ali Shahib Al-Hauthoh, wafat tahun 830 Hijriyyah Gelar Shahib Al-Hauthoh yang disandangnya karena beliau tinggal di Hauthoh yang terletak sebelah barat kota Tarim, Hadramaut.

Diantara silsilah yang melalui Al-Imam Abdurrahman bin Alwi (Ammil Faqih) antara lain :

1. Bin Semith
2. Baabud Magfun
3. Ba Hasyim
4. Al-Baiti
5. Al-Qoroh
6. Aidid
7. Al-Haddad
8. Bafaraj
9. Al-Hudaili
10. Basuroh
11. Bafaqih
12. BinThahir

Penyusun : Alwi Husein Aidid.

Sumber dari : Habib Idrus Alwi Almasyhur, Habib Alwi Almasyhur dan Habib Zein Alwi bin Taufik Aidid.

ahlussunahwaljamaah.wordpress.com
Lanjut

Al Habib Abu Bakar Al Aidrus

Al Habib Abu Bakar Al-Aidrus adalah seorang wali besar jarang yang dapat menyamai beliau di masanya. Beliau termasuk salah seorang imam dan tokoh tasawuf yang terkemuka. Beliau belajar tasawuf dari ayahnya dan dari para imam tasawuf yang terkemuka. Selain itu beliau juga pernah belajar hadis Nabi dari Muhaddis Imam Shakawi.

Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawa ketika beliau pulang dari perjalanan hajinya beliau mampir di Kota Zaila' yang waktu itu wali kotanya bernama Muhammad bin Atiq. Kebetulan waktu itu beliau berkunjung kepada wali kota yang katanya kematian isteri yang dicintainya. Syeikh Abu Bakar menyatakan ikut berdukacita dan menyuruhnya untuk tetap bersabar atas musibah yang dihadapinya itu. Rupanya nasihat Syeikh itu rupanya tidak dapat menenangkan hati wali kota itu. Bahkan ia makin menangis sejadi-jadinya sambil menciumi telapak kaki Syeikh Abu Bakar minta doa padanya. Melihat kejadian itu Syeikh Abu Bakar segera menyingkap tutup kain dari wajah wanita yang telah mati itu. Kemudian beliau memanggil mayat itu dengan namanya sendiri. Dengan izin Allah, wanita itu hidup kembali.

Syeikh Ahmad bin Salim Bafadhal pernah menceritakan pengalamannya bersama Syeikh Abu Bakar: "Pernah aku disuruh Muhammad bin Isa Banajar untuk membawakan hadiah buat Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus. Ketika aku beri salam padanya ia telah memberitahukan dahulu apa yang kubawa sebelum kukatakan kepadanya tentang isi hadiah itu. Kemudian Syeikh Abu Bakar berkata: "Berikan kepada si fulan besar ini, berikan pada si fulan demikian dan seterusnya. Ketika Syeikh Umar bin Ahmad Al-Amudi datang berkunjung padanya waktu itu beliau menghormatinya dan mengeluarkan semua makanan yang dimilikinya. Melihat hal itu, Syeikh Umar berkata dalam hatinya: "Perbuatan semacam ini adalah membazir". Dengan segera Syeikh Abu Bakar berkata dengan sindiran: "Mereka itu kami jamu tapi mereka katakan perbuatan itu adalah membazir. Mendengar sindiran itu Syeikh Umar Amudi segera minta maaf.

Termasuk karamahnya jika seorang dalam keadaan bahaya kemudian ia menyebut nama Syeikh Abu Bakar memohon bantuannya. Dengan segera Allah akan menolongnya.

Kejadian semacam itu pernah dialami oleh seorang penguasa bernama Marjan bin Abdullah. Ia termasuk bawahannya bernama Amir bin Abdul Wahab. Katanya: "Ketika aku sampai di tempat pemberhentian utama di kota San'a, tiba-tiba kami diserang oleh sekelompok musuh. Kawan-kawanku berlarian meninggalkan aku. Melihat aku sendirian, musuh mula menyerang aku dari segala penjuru. Di saat itulah aku ingat pada Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus dan kupanggil namanya beberapa kali. Demi Allah di saat itu kulihat Syeikh Abu Bakar datang dan memegang tali kudaku dan menghantarkan aku sampai ke tempat tinggal. Setelah aku sampai di rumahku, kudaku yang penuh luka ditubuhnya mati".

Syeikh Dawud bin Husin Alhabani pernah bercerita: "Ada seorang penguasa di suatu daerah yang hendak menganiaya aku. Waktu sedang membaca surah Yaasin selama beberapa hari untuk memohon perlindungan dari Allah, tiba-tiba aku bermimpi seolah-olah ada orang berkata: "Sebutlah nama Abu Bakar Al-Aidrus". Tanyaku: "Abu Bakar Al-Aidrus yang manakah, aku belum pernah mengenalnya". Jelas orang itu: "Ia berada di Kota Aden (Hadhramaut)." setelah kuucapkan nama itu, Allah menyelamatkan aku dari gangguan penguasa itu. Waktu aku berkunjung ke tempat beliau, kudapati beliau memberitahu kejadian yang kualami itu padaku sebelum aku menceritakan cerita pada beliau".

Sayid Muhammad bin Ahmad Wathab juga bercerita tentangnya: "Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeronok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: "Pergilah ke tempat yang kami inginkan".

Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali - karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa
Lanjut

Al Habib Abu Bakar bin Abdurrahman As Seggaf

Beliau adalah seorang wali Allah yang mempunyai berbagai macam karamah yang luar biasa. Beliau berasal dari keturunan Al-Ba'alawi. Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawasanya pernah ada dua orang yang datang ke kota Tarim (Hadhramaut) dengan maksud mengunjungi setiap orang terkemuka dari keluarga Al-Ba'alawi yang berada di kota tersebut. Setibanya di suatu masjid jami' keduanya dapati Syeikh Abu Bakar sedang bersolat di masjid tersebut. Setelah solat Jumaat selesai keduanya menunggu keluarnya Syeikh Abu Bakar dari masjid. Namun beliau tetap duduk beribadat dalam masjid sampai hampir matahari terbenam. Kedua orang itu merasa lapar, tapi keduanya tidak berani beranjak dari masjid sebelum bertemu dengan Syeikh Abu Bakar. Tidak lama kemudian, Syeikh Abu Bakar Asseggaf menoleh kepada mereka berdua sambil berkata: "Ambillah apa yang ada dalam baju ini". Keduanya mendapati dalam baju Syeikh itu sepotong roti panas. Roti tersebut cukup mengenyangkan perut kedua orang tersebut. Bahkan masih ada sisanya. Kemudian sisa roti itu barulah dimakan oleh Syeikh Abu Bakar".

Ada seorang diceritakan telah meminang seorang gadis. Syeikh Abu Bakar ketika mendengar berita tersebut telah memberikan komentarnya: "Pemuda itu tidak akan mengahwini gadis itu, ia akan kahwin dengan ibu gadis tersebut". Apa yang diceritakan oleh Syeikh Abu Bakar ersebut ternyata benar, kerana tidak lama kemudian ibu gadis itu diceraikan oleh suaminya. Kemudian pemuda itu membatalkan niatuntuk mengahwini gadis tersebut. Bahkan sebagai gantinya ia meminang ibu gadis tersebut.

Diceritakan pula bahwa ada serombongan tetamu yang berkunjung di Kota Tarim tempat kediaman Syeikh Abu Bakar Asseggaf. Tetamu itu tergerak di hatinya masing-masing ingin makan bubur gandum dan daging. Tepat waktu rombongan tetamu itu masuk ke rumah Syeikh Abu Bakar, beliau segera menjamu bubur gandum yang dimasak dengan daging.Kemudian sebahagian dari rombongan tersebut ada yang berkata: "Kami ingin minum air hujan". Syeikh Abu Bakar berkata kepada pembantunya: "Ambillah bejana itu dan penuhilah dengan air yang ada di mata air keluarga Bahsin". Pelayan itu segera keluar membawa bejana untuk mengambil air yang dimaksud oleh saudagarnya. Ternyata air yang diambil ari mata air keluarga Bahsin itu rasanya tawar seperti air hujan.

Pernah diceritakan bahawasanya ada seorang Qadhi dari keluarga Baya'qub yang mengumpat Syeikh Abu Bakar Asseggaf. Ketika Syeikh Abu Bakar mendengar umpatan itu, beliau hanya berkata: "Insya-Allah Qadhi Baya'qub itu akan buta kedua matanya dan rumahnya akan dirampas jika ia telah meninggal dunia". Apa yang dikatakan oleh Syeikh Abu Bakar tersebut terlaksana sama seperti yang dikatakan.

Ada seorang penguasa yang merampas harta kekayaan seorang pelayan dari keluarga Bani Syawiah. Pelayan itu minta tolong kepada Syeikh Abu Bakar Asseggaf. Pada keesokkan harinya penguasa tersebut tiba-tiba datang kepada pelayan itu dengan mengembalikan semua harta kekayaannya yang dirampas dan dia pun meminta maaf atas segala kesalahannya. Penguasa itu bercerita: "Alu telah didatangi oleh seorang yang sifatnya demikian, demikian, sambil mengancamku jika aku tidak mengembalikan barangmu yang kurampas ini". Segala sifat yang disebutkan oleh penguasa tersebut sama seperti yang terdapat pada diri Syeikh Abu Bakar.

Diceritakan pula oleh sebagian kawannya bahawasanya pernah ada seorang ketika dalam suatu perjalanan di padang pasir bersama keluarganya tiba-tiba ia merasa haus tidak mendapatkan air. Sampai hampir mati rasanya mencari air untuk diminum. Akhirnya ia teringat pada Syeikh Abu Bakar Asseggaf dan menyebut namanya minta pertolongan. Waktu orang itu tertidur ia bermimpi melihat seorang penunggang kuda berkata padanya: "Telah kami dengar permintaan tolongmu, apakah kamu mengira kami akan mengabaikan kamu?" Waktu orang itu terbangun dari tidurnya, ia dapati ada seorang Badwi sedang membawa tempat air berdiri di depannya. Badwi itu memberinya minum sampai puas dan menunjukkannya jalan keluar hingga dapat selamat sampai ke tempat tujuan.

Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali - karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa
Lanjut

Al Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al Habsyi ( Simtud Duror )

Makam Al Habib Al Imam Al Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi

Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi
dilahirkan pada hari Juma'at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah kota di negeri Hadhramaut.

Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya; ayahandanya, Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husin bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya; As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita yang solihah yang amat bijaksana.

Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan mengkhatamkan Al-Quran dan berhasil menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Oleh karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.

Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.

Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid "Riyadh" di kota Seiwun (Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan-minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.

Masjid Al Habib Ali Al Habsyi

Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan sahaja di daerah Hadhramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya - di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.

Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.

Beliau meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20 Rabi'ul Akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.

Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bongsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid "Riyadh" di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi'ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.

Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-murid beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya.

Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia, ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan diberinya judul "Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya).

Dipetik dari: Untaian Mutiara - Terjemahan Simtud Duror oleh Anis bin Alwi bin Ali Al-Habsyi
Lanjut

Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim

"Kamilah raja sejati, bukan yang lain. Demi Allah, selain kami, tak diketemukan raja lain. Kekuasaan pada raja hanyalah istilah belaka. Namun mereka bangga dan membuat kerusakan di dunia. Kemuliaan tanpa Allah adalah kehinaan sejati. Dan merasa mulia dengan Allah adalah kemuliaan yang hakiki" Syeikh Abu Bakar bin Salim

Dipetik dari:
Aurad al-Awliya' sempena menyambut rangka khaul Al-'Allamah Al-Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim


Syeikh Abu Bakar bin Salim adalah syeikh Islam dan teladan manusia. Pemimpin alim ulama. Hiasan para wali. Seorang yang amat jarang ditemukan di zamannya. Da'i yang menunjukkan jalan Illahi dengan wataknya.

Pembimbing kepada kebenaran dengan perkataannya. Para ulama di zamannya mengakui keunggulannya. Dia telah menyegarkan berbagai warisan pendahulu-pendahulunya yang saleh. Titisan dari Hadrat Nabawi. Cabang dari pohon besar Alawi. Alim Rabbani. Imam kebanggaan Agama, Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi, semoga Allah meredhainya.

Beliau lahir di Kota Tarim yang makmur, salah satu kota di Hadramaut, pada tanggal 13 Jumadi Ats-Tsani, tahun 919 H. Dia kota itu, dia tumbuh dengan pertumbuhan yang saleh, di bawah tradisi nenek moyangnya yang suci dalam menghafal Al-Quran.

Orang-orang terpercaya telah mengisahkan; manakala beliau mendapat kesulitan menghafal Al-Quran pada awalnya. Ayahnya mengadukan halnya kepada Syeikh Al-Imam Syihabuddin bin Abdurrahman bin Syeikh Ali. Maka Syeikh itu bertutur: "Biarkanlah dia! Dia akan mampu menghafal dengan sendirinya dan kelak dia akan menjadi orang besar. Maka menjadilah dia seperti yang telah diucapkan Syeikh itu. Serta-merta, dalam waktu singkat, dia telah mengkhatamkan Al-Quran.

Kemudian dia disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu bahasa Arab dan agama dari para pembesar ulama dengan semangat yang kuat, kejernihan atin dan ketulusan niat. Bersamaan dengan itu, dia memiliki semangat yang menyala dan ruh yang bergelora. Maka tampaklah tanda-tanda keluhurannya, bukti-bukti kecerdasannya dan ciri-ciri kepimpinannya. Sejak itu, sebagaimana diberitakan Asy-Syilly dalam kitab Al-Masyra' Ar-Rawy, dia membolak-balik kitab-kitab tentang bahasa Arab dan agama dan bersungguh-sungguh dalam mengkajinya serta menghafal pokok-pokok dan cabang-cabang kedua disiplin tersebut. Sampai akhirnya, dia mendapat langkah yang luas dalam segala ilmu pengetahuan.

Dia telah menggabungkan pemahaman, peneguhan, penghafalan dan pendalaman. Dialah alim handal dalam ilmu-ilmu Syariat, mahir dalam sastra Arab dan pandai serta kokoh dalam segenap bidang pengetahuan.

Dalam semua bidang tersebut, beliau telah menampakkan kecerdasannya yang nyata. Maka, menonjollah karya-karyanya dalam mengajak dan membimbing hamba-hamba Allah menuju jalan-Nya yang lurus.

Guru-guru beliau

Para guru beliau antara lain; Umar Basyeban Ba'alawi, ahli fiqih yang saleh, Abdullah bin Muhammad Basahal Bagusyair dan Faqih Umar bin Abdullah Bamakhramah. Pada merekalah dia mengkaji kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Syeikh Ma'ruf bin Abdullah Bajamal Asy-Syibamy dan Ad-Dau'any juga termasuk guru-guru beliau.

Hijrahnya dari Tarim

Dia beranjak dari Kota Tarim ke kota lain bertujuan untuk menghidupkan pengajian. memperbarui corak dan menggalakkan dakwah Islamiyah di jantung kota tersebut. Maka berangkatlah beliau ke kota 'Inat, salah satu negeri Hadramaut. Dia menjadikan kota itu sebagai kota hijrahnya. Kota itu dia hidupkan dengan ilmu dan dipilihnya sebagai tempat pendidikan, pengajaran dan pembimbingan. Tinggallah di sana hingga kini, masjid yang beliau dirikan dan pemakaman beliau yang luas. Syahdan, berbondong-bondonglah manusia berdatangan dari berbagai pelosok negeri untuk menimba ilmunya. Murid-murid beliau mengunjunginya dari beragam tempat: Hadramaut, Yaman, Syam, India, Indus, Mesir, Afrika, Aden, Syihr dan Misyqash.

Para murid selalu mendekati beliau untuk mengambil kesempatan merasai gambaran kemuliaan dan menyerap limpahan ilmunya. Dengan merekalah pula, kota 'Inat yang kuno menjadi berkembang ramai. Kota itu pun berbangga dengan Syeikh Imam Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi. Karena berkat kehadiran beliaulah kota tersebut terkenal dan tersohor, padahal sebelumnya adalah kota yang terlupakan.

Tentang hal itu, Muhammad bin Ali bin Ja'far Al-Katsiry bersyair:

Ketika kau datangi 'Inat, tanahnya pun bedendang
Dari permukaannya yang indah terpancarlah makrifat
Dahimu kau letakkan ke tanah menghadap kiblat
Puji syukur bagi yang membuatmu mencium tanah liatnya
Kota yang di dalamnya diletakkan kesempurnaan
Kota yang mendapat karunia besar dari warganya
Dengan khidmat, masuklah sang Syeikh merendahkan diri
Duhai, kota itu telah terpenuhi harapannya.
Akhlak dan kemuliaannya

Dia adalah seorang dermawan danmurah hati, menginfakkan hrtanya tanpa takut menjadi fakir. Dia memotong satu dua ekor unta untuk para peziarahnya, jika jumlah mereka banyak. Dan betapa banyak tamu yang mengunjungi ke pemukimannya yang luas.

Dia amat mempedulikan para tamu dan memperhatikan keadaan mereka.Tidak kurang dari 1000 kerat roti tiap malam dan siangnya beliau sedekahkan untuk fuqara'. Kendati dia orang yang paling ringan tangannya dan paling banyak infaknya, dia tetap orang yang paling luhur budi pekertinya, paling lpang dadanya, paling sosial jiwanya dan paling rendah hainya. Sampai-sampai orang banyak tidak pernah menyaksikannya beristirehat.

Syeikh ahli fiqih, Abdurrahman bin Ahmad Bawazir pernah berkata: "Syeikh Abu Bakar selama 15 tahun dari akhir umurnya tidak pernah terlihat duduk-duduk bersama orang-orang dekatnya dan orang-orang awam lainnya kecuali ntuk menanti didirikannya saolat lima waktu".

Syeikh sangat mengasihani orang-orang lemah dan berkhidmat kepada orang-orang yang menderita kesusahan. Dia memperlihatkan dan menyenangkan perasaan mereka dan memenuhi hak-hak mereka dengan baik.

Di antara sekian banyak akhlaknya yang mulia itu adalah kuatnya kecintaan, rasa penghormatan dan kemasyhuran nama baiknya di kalangan rakyat. Selain murid-murid dan siswa-siswanya, banyak sekali orang berkunjung untuk menemuinya dari berbagai tempat; baik dari Barat ataupun Timur, dari Syam maupu Yaman, dari orang Arab maupun non-Arab. Mereka semua menghormati dan membanggakan beliau.


Ibadah dan pendidikannya

Seringkali dia melakukan ibadah dan riyadhah. Sehingga suatu ketika dia tidak henti-hentinya berpuasa selama beberapa waktu dan hanya berbuka dengan kurma muda berwarna hijau dari Jahmiyyah di kota Lisk yang diwariskan oleh ayahnya. "Di abnar, dia berpuasa selama 90 hari dan selalu sholat Subuh dengan air wudhu Isya' di Masjid Ba'isa di Kota Lask. Dalam pada itu, setiap malamnya di berangkat berziarah ke makam di Tarim dan sholat di masjid-masjid kota itu. Di masjid Ba'isa tersebut, dia selalu sholat berjamaah. Menjelang wafat, beliau tidak pernah meningalkan sholat Dhuha dan witr.

Beliau selalu membaca wirid-wirid tareqat. Dia pribadi mempunyai beberapa doa dan salawat. Ada sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut "Hizb al-Hamd wa Al-Majd" yang dia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di sebuah masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan Muharram tahun 992 H.

Ziarah ke makam Nabi Allah Hud a.s adalah kelazimannya yang lain. Sehingga Al-Faqih Muhammad bin Sirajuddin mengabarkan bahawa ziarah beliau mencapai 40 kali.

Setiap malam sepanjang 40 tahun, dia beranjak dari Lask ke Tarim untuk sholat di masjid-masjid kedua kota tersebut sambil membawa beberapa tempat minum untuk wudhu, minum orang dan hayawan yang berada di sekitar situ.

Ada banyak pengajaran dan kegiatan ilmiah yang beliau lakukan. Konon, dia membaca kitab Al-Ihya' karya Al-Ghazzali sebanyak 40 kali. Beliau juga membaca kitab Al-Minhaj-nya Imam Nawawi dalam fiqih Syafi'i sebanyak tiga kali secara kritis. Kitab Al-Minhaj adalah satu-satunya buku pegangannya dalam fiqih. Kemudian dia juga membaca Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah di depan gurunya, Syaikh Umar bin Abdullah Bamakhramah.

Karya-karyanya

Antara lain:
- Miftah As-sara'ir wa kanz Adz-Dzakha'ir. Kitab ini beliau karang sebelum usianya melampaui 17 tahun.
- Mi'raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
- Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Dia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal 9 bulan Dzul-Hijjah.
- Ma'arij At-Tawhid
- Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.

Kata Mutiara dan Untaian Hikmah

Beliau memiliki banyak kata mutiara dan untaian hikmah yang terkenal, antara lain:

Pertama:
Paling bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.

Kedua:
Ungkapan beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu: "Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami". Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu) tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.

Ketiga:
Tentang persahabatan: "Siapa yang bergaul bersama orang baik-baik, dia layak mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang bergaul dengan para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api neraka".

Keempat:
Penafsirannya atas sabda Rasul s.a.w: "Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum". Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci".

Kelima:
Engkau tidak akan mendapatkan berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan benda-benda yang kau cintai ('Ala'iq). Orang yang rela dengan pemberian Allah (qana'ah), akan mendapt ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang tamak, akan menjadi hina dan menyesal. Orang arif adalah orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan orang lalai adalah orang yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka kamu akan selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal.

Keenam:
Benamkanlah wujudmu dalam Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah) Penglihatan-Nya. Setelah semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya. Ambillah dari ilmu apa yang berguna, manakala engkau mendengarkanku. Resapilah, maka kamu akan meliht ucapan-ucapanku dlam keadaan terang-benderang. Insya-Allah....! Mengertilah bahawa Tuhan itu tertampakkan dalam kalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena mereka lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya melaluiKebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi orang-orang yang taat dalam suluk, takut dan berharap, ruku' dan sujud, riang dan digembirakan (dengan berita gembira), dan rela akan qadha' dan qadar-Nya. Mereka tidak berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka".

Ketujuh:
Orang yang bahagia adalah orang yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab efesien yang terdekat, melainkan murni anugerah fadhl dari Allah). Ini dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa Syari'at, orang bahagia adalah orang yang Allah bahagiakan mereka dengan amal-amal saleh. Sedang orang yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan mereka dengan meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat - kami berharap ampunan dan pengampunan dari Allah.

Kelapan:
Orang celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.

Kesembilan:
Rendah-hatilah dan jangan bersikap congkak dan angkuh.

Kesepuluh:
Kemenanganmu teletak pada pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu teletak pada pengumbaran diri. Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti akn menang (dalam melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak adalah orang yang mengenal dirinya sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak mengenal dirinya. Betapa mudah bagi para 'arif billah untuk membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan abadi dapt diperoleh dengan selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai hakikat menyelubungi hati dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal Hakikat itu juga jelas tidak erhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan apa yang telah Allah tetapkan padamu. Sebagian orang berkata: "40 tahun lamanya Allah menetapkan sesuatu pada diriku yang kemudian aku membencinya".

Kesebelas:
Semoga Allah memberimu taufik atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah berserah diri kepada Allah. Teguhlah dalam menjalankan tatacara mengikut apa yang dilarang dan diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik prasangkalah kepada hamba-hamba Allah. Karena prasangka buruk itu bererti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha' walaupun musibah besar menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr Al-Jamil) dalam dirimu. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah mengganjar orang-orang yang sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak menyangkut dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu".

Keduabelas:
Dunia ini putra akhirat. Oleh karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat).

Masih banyak lagi ucapan beliau r.a. yang lain yang sangat bernilai.

Manaqib (biografi) beliau

Banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai biorafi beliau yang ditulis para alim besar. Antara lain:
- Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib Asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah Syeikh Muhammad bin Sirajuddin.
- Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat; fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib 'Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya'eib.
- Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan Al-'Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di antaranya; Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdullah As-Saqqaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Shalih bin Abdurraman Baraja' Al-Khatib.

Alawiyyin.cjb.net
Lanjut

Al Habib Abdurrahman As Seggaf bin Muhammad Maula Dawilah

Beliau adalah salah seorang tokoh para wali dan ulama dari Ahlil Bait Al-Ba'alawi yang kembali kepadanya sebahagian nasab keluarga Ba'alawi di Hadramaut.

Sebahagian dari karamah beliau diriwayatkan bahawasanya hampir setiap tahunnya banyak orang melihat beliau sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ketika ditanyakan oleh sebahagian murid beliau: "Apakah anda pernah berhaji?" Jawab beliau: "Jika secara zahir tidak pernah".

Diriwayatkan oleh salah seorang murid beliau yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail: "Pada suatu hari aku pernah di masjid Sayid Abdurrahman As-Seggaf. Waktu itu aku merasa lapar sekali, tapi aku malu untuk mengadukan pada beliau tentang keadaanku. Rupanya beliau tahu akan keadaanku yang sebenarnya. Beliau memanggilku ke atas loteng masjid. Anehnya kudapatkan di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lazat. Waktu kutanya dari manakah mendapatkan makanan itu?" Beliau hanya menjawab: "Hidangan ini kudapati dari seorang wanita". Padahal kutahu tidak seorangpun yang masuk dalam masjid".

Seorang murid beliau yang bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib berkata: "Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Sayid Abdurrahman, beliau berkata: "Kami tidak akan solat Maghrib kecuali di Fartir Rabi'". Kami sangat hairan sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi' matahari muali terbenam. Sehingga kami yakin bahawa dengan kekaramahan beliau sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya. Kata sebahagian murid beliau: "Kejadian itu sama seperti yang pernah terjadi pada diri Syeikh Ismail Al-Hadrami".Diriwayatkan pula bahawasanya pada suatu hari beliau sedang duduk di depan murid-murid beliau. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka: "Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini".

Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang dikatakan.Waktu Sayid Abdurrahman As-Seggaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, beliau mengatakan pada isterinya yang sedang hamil: "Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini". Kemudian beliau memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.Diriwayatkan pula ada sebuah perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam.

Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dngan menyebut nama Sayid Abdurrahma As-Seggaf. Orang yang menyebutkan nama Sayid Abdurrahman As-Seggaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang yang kebetulan tidak percaya pada Sayid Abdurraman As-Seggaf. Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Sayid Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan Sayid Abdurrahman As-Seggaf yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Sayid Abdurrahman As-Seggaf. Belum selesai menyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air.

Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.Pernah diriwayatkan bahawa salah seorang pelayan Sayid Abdurrahman As-Seggaf ketika di tengah perjalanan kenderaannya dan perbekalannya dirampas oleh seorang dari keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah menyebut nama Sayid Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika orang yang merampas kenderaan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan menjamah kenderaan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritikal itu si perampas berkata pada pelayan yang dirampas kenderaan dan perbekalannya: "Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi. Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Sayid Abdurrahman As-Seggaf, beliau berkata: "Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, kerana kami juga mendengar suara perlahan".Sebenarnya karamah beliau sangat banyak sehingga sukar untuk disebutkan semua.

Beliau wafat di kota Tarim pada tahun 819 H dan dimakamkan di perkuburan Zanbal. Makam beliau banyak dikunjungi orang.

Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali - karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa

www.alawiyyin.cjb.net
Lanjut

Al Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin Ibnul Husain

Beliau juga dikenal sebagai ahli Fiqah kenamaan di masanya. Pengakuan tersebut pernah diucapkan oleh Imam Abu Hanifah sendiri: "Aku kenal Imam Zaid bin Ali sebagaimana aku kenal tentang keluarganya. Di masanya tidak pernah seorang yang lebih ahli dalam Fiqah daripada beliau. Dan aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih luas pengetahuannya, lebih cepat menjawab dan lebih terang penjelasannya daripada beliau, jarang sekali mendapati orang semacam beliau".

Kumpulan Syiah Zaidiyah nisbatnya kembali pada beliau. Beliau dikhianati oleh pengikut beliau sendiri yang berada di kota Kufah. Sebahagian pengikut beliau ada pula golongan yang ekstrimis. Mereka menuntut agar beliau tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar secara sah.

Namun beliau menolak dan beliau menyatakan dengan terang-terangan bahawa Abu Bakar dan Umar adalah khalifah Rasulullah yang sah. Sejak itulah pengikut beliau yang menolak kekhalifahan Abu Bakar dan Umar disebut golongan Syiah Rafidha (yang menolak). Sedangkan pengikut beliau yang tetap mengikuti pendapat beliau tentang sahnya kekhalifahan Abu Bakar dan Umar disebut Syiah Zaidiyah. Kelompok inilah yang ikut berjuang dengan beliau mati-matian.

Imam Zaid bin Ali dihukum mati kerana menentang pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik salah seorang khalifah dari dinasti Bani Umayyah. Ketika dinaikkan di atas tiang salib, beliau ditelanjangi dahulu sebelum dibunuh. Namun Allah tetap melindungi aurat beliau. Allah mengutus segerombolan labah-labah untuk membuat anyaman dari sarangnya sehingga dapat menutupi seluruh aurat beliau.

Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali - karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa
www.alawiyyin.cjb.net

Lanjut

Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus

Nasab beliau

Nasab beliau bersandar pada silsilah dzahabiyyah, bersambung dari ayah ke kakek, sampai akhirnya bertemu dengan kakek beliau yang termulia Rasulullah SAW. Adapun perinciannya, beliau adalah:

Al-Habib Al-Allamah Zain bin Abdullah bin Alwi bin Umar bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Ahmad Ash-Shalaibiyyah bin Husin bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al-Aidrus bin Abu Bakar As-Sakran bin Abdur Rahman As-Saggaf bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahib Ad-Dark bin Alwi bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Ali Al-'Uradhy bin Ja'far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husin, putri Sayyidah Fatimah binti Rasulullah SAW.

Kelahiran dan masa kecil beliau

Beliau dilahirkan di daerah As-Suweiry (dekat kota Tarim), Hadramaut, pada tahun 1289 H. Ayah beliau Al-Habib Abdullah, berasal dari kota Tarim, dan kemudian berhijrah ke kota As-Suweiry dengan beberapa teman beliau atas perintah Al-Imam Al-Habib Thahir bin Husin Bin Thahir Ba'alawy untuk mengawasi gencatan senjata antar kabilah yang terjadi di kota tersebut.

Beliau Al-Habib Zain tumbuh dalam suatu keluarga yang penuh keutamaan, ilmu dan akhlak, mencontoh keluarga datuk beliau Rasulullah SAW. Al-Habib Abdullah, ayah beliau, mencurahkan perhatian yang lebih kepada beliau diantara saudara-saudaranya, karena selain beliau adalah anak yang terakhir, juga beliau adalah anak yang berperilaku yang mulia dan berhati bersih. Dan sungguh Al-Habib Abdullah melihat dengan firasat tajamnya bahwa putra beliau yang satu ini akan menjadi seorang yang mempunyai hal (keadaan) yang tinggi di suatu masa mendatang.

Beliau Al-Habib Zain tumbuh dewasa dan dicintai oleh keluarganya dan masyarakat As-Suweiry. Beliau habiskan masa kecil beliau dengan penuh kezuhudan dan ibadah. Beliau semenjak kecilnya gemar sekali menjaga kewajiban shalat dan menunaikan shalat-shalat sunnah. Suatu kegemaran yang jarang sekali dipunyai oleh anak-anak sebaya beliau.

Perjalanan hijrah beliau

Pada tahun 1301 H, beliau melakukan perjalanan hijrah ke Indonesia, disertai saudara-saudaranya Alwi, Ahmad dan Ali. Pada saat itu beliau masih berusia 12 tahun. Di Indonesia beliau bertemu dengan pamannya Al-Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi Al-Aidrus yang sudah terlebih dahulu menetap disana.

Masa belajar beliau

Sebelum beliau berhijrah ke Indonesia, beliau banyak mengambil ilmu dari keluarganya, dan juga dari para ulama di tempat asalnya Hadramaut, yang memang terkenal pada saat itu dengan negeri yang penuh dengan ulama-ulama besar. Dari daerah tersebut, beliau banyak mengambil berbagai macam ilmu-ilmu agama.

Setelah berada di Indonesia, beliau menuntut ilmu kepada pamannya Al-Habib Muhammad. Setelah dirasakan cukup, beliau Al-Habib Zain dikirim oleh pamannya untuk menuntut ilmu kepada salah seorang mufti terkenal di Indonesia saat itu, yaitu Al-Habib Al-Faqih Al-Allamah Utsman bin Abdullah Bin Yahya. Guru beliau Al-Habib Utsman Bin Yahya merupakan salah seorang tokoh agama yang cukup mumpuni di bidang fiqih dan ilmu-ilmu keislaman saat itu. Banyak diantara para murid Al-Habib Utsman yang menjadi ulama-ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdur Rahman Alhabsyi, Kwitang.

Hiduplah beliau Al-Habib Zain dibawa didikan gurunya Al-Habib Utsman Bin Yahya. Sebagaimana masa kecilnya, semangat beliau seakan tak pupus untuk belajar dengan giat dan tekun. Banyak ilmu yang diambil beliau dari gurunya, diantaranya adalah ilmu-ilmu bahasa Arab, Fiqih, Fara'idh (ilmu waris), Ushul, Falak, dan sebagainya. Beliau mengambil dari gurunya ilmu dan amal dan beliau banyak mendapatkan ijazah dari gurunya tersebut.

Masa dakwah beliau

Pada tahun 1322 H, berdirilah sebuah sekolah agama di kota Jakarta yang dinamakan Jamiat Khair. Beberapa pengurus dari sekolah itu kemudian datang kepada beliau untuk memintanya mengajar disana. Akhirnya mengajarlah beliau disana dengan kesungguhan, tanpa lelah dan bosan. Pada saat itu beliau merupakan salah seorang staf pengajar kurun waktu pertama sekolah Jamiat Khair, suatu sekolah yang banyak menghasilkan tokoh-tokoh agama dan pergerakan.

Selang beberapa tahun kemudian, beliau mendirikan sebuah sekolah kecil di jalan Gajah Mada, Jakarta. Keberadaan sekolah itu disambut dengan gembira oleh masyarakat, yang sangat butuh akan ilmu-ilmu agama. Akan tetapi sayangnya, tak selang berapa lama, dengan kedatangan Jepang, sekolah tersebut ditutup oleh penjajah Jepang.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1326 H, beliau mendirikan majlis taklim di Masjid Al-Mubarak, Krukut, Jakarta. Majlis taklim tersebut diadakan siang dan malam, dan banyak dihadiri pria dan wanita. Sepeninggal pamannya Al-Habib Muhammad, beliaulah yang menjadi khalifah-nya. Termasuk juga beliau menjadi imam di Masjid tersebut, menggantikan posisi pamannya. Di masjid itu, beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama, diantaranya ilmu Tafsir, Fiqih, Akidah yang lurus, dan ilmu-ilmu lainnya, dengan cara yang mudah dan sederhana. Begitulah seterusnya beliau menjalankan aktivitasnya dalam berdakwah, tanpa lelah dan bosan, selama 70 tahun.

Suluk beliau

Sebagaimana thariqah yang dipegang oleh para Datuk beliau, beliau bermadzhabkan kepada Al-Imam Asy-Sy-Syafi'i dan bersandarkan pada aqidah Asy'ariyyah, salah satu aqidah didalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Itulah yang beliau bawa sebagai pegangan hidup, meneruskan dari apa-apa yang telah digariskan oleh datuk-datuk beliau para Salaf Bani Alawy.

Sifat-sifat mulia beliau

Sedangkan mengenai sifat-sifat beliau, beliau adalah seorang memiliki khasyah (rasa takut) kepada Allah, zuhud terhadap dunia, qana'ah dalam menerima sesuatu, banyak membaca Al-Qur'an dan dzikir. Sebagaimana di masa kecilnya, beliau selalu tekun melakukan shalat di Masjid Al-Mubarak dan disana beliau selalu bertindak sebagai imam. Salah satu kebiasaan yang sering beliau lakukan adalah beliau tidak keluar dari masjid setelah menunaikan shalat Subuh, kecuali setelah datangnya waktu isyraq (terbitnya matahari). Begitu juga dengan shalat-shalat sunnah yang selalu beliau kerjakan. Hal ini berlangsung terus meskipun beliau sudah memasuki masa tuanya.

Wafat beliau

Di akhir hayatnya, majlis beliau adalah sebuah majlis ilmu yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan, majlis yang penuh akhlak dan adab, majlis yang penuh anwar dan asrar, taman ilmu dan hikmah, penuh dengan dzikir dan doa. Sampai akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT untuk menghadap-Nya, dalam usianya 110 tahun. Beliau wafat pada hari Sabtu, tanggal 24 Rabi'ul Tsani 1399 H (24 Maret 1979 M), sekitar pukul 3 sore. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Condet (depan Al-Hawi), Jakarta.

Derai tangis mengiringi kepergian beliau menuju Hadratillah. Al-Habib Husin bin Abdur Rahman Assegaf melantunkan syair perpisahan dengan beliau, yang diantara baitnya berbunyi:

Keindahan ufuk itu telah hilang dan pancaran cahaya bintang itu telah pergi.

Ia menerangi kami beberapa saat dan setelah habisnya malam, ia pun berlalu dan pergi.

Itulah Al-Faqid Zain yang pernah menerangi zaman dan penunjuk hidayah.

Sungguh beliau adalah pelita bagi ilmu agama dan Al-Qur'an, serta seorang imam, jarang ada yang menyamainya.

Khalifah (penerus) bagi para pendahulunya, beliau berjalan pada atsar dan jejak langkah mereka.

Seorang ulama min ahlillah telah berpulang, akan tetapi ilmu dan akhlaknya akan tetap terus terkenang, menjadi ibrah bagi orang-orang yang mempunyai bashirah.

Radhiyallahu anhu wa ardhah...

Referensi

1. Jauharah An-Nufus As-Sayyid Al-Allamah Zain bin Abdullah Ash-Shalaibiyyah Al-Aidrus, As-Sayid Hasan bin Husin Assaggaf.
2. Tahqiq Syams Adh-Dhahirah, Al-Habib Muhammad Dhia Bin Syahab, juz. 2.
3. Harian Pos Kota, Senin, 26 Maret 1979.
4. Harian Sinar Harapan, Senin, 26 Maret 1979

Sumber : http://www.asyraaf.net
Lanjut

Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir ra

Beliau adalah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi bin Ja'far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW. Beliau seorang imam yang agung dan dermawan, alim dan berakhlak mulia, penuh dengan sifat-sifat kebaikan dan kemuliaan.

Beliau juga seorang yang sangat tawadhu (rendah diri). Karena begitu tawadhunya, beliau tidak menamakan dirinya dengan nama Abdullah, akan tetapi di-tasghir1-kan menjadi Ubaidillah, semata-mata untuk mengagungkan Allah dan berendah diri di hadapan-Nya.

Beliau adalah seorang yang Allah memberikan keistimewaan sifat-sifat yang terpuji pada dirinya. Berkata AS-Sayyid Ali bin Abubakar mengenai diri beliau, Abdullah, orang yang menjaga dirinya dalam agama,paling terkemuka dalam kedermawanan dan keagungan ilmunya.Datuk para keturunan mulia, sumber kedermawanan,dan lautan ilmu, itulah tuan kami yang mulia.

Beliau mengambil ilmu dari ayahnya. Selain itu, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama di jamannya. Di kota Makkah, beliau berguru kepada Asy-Syeikh Abu Thalib Al-Makky. Dibawah asuhan gurunya, beliau berhasil menamatkan pelajaran dari kitab gurunya tersebut yang berjudul Guut Al-Guluub.

Tampak pada diri beliau berbagai macam karomah yang dikaruniakan kepada dirinya. Beliau, Al-Imam Ubaidillah, jika meletakkan tangannya pada orang yang sakit, lalu beliau meniupnya dan mengusapkan di tubuhnya, maka sembuhlah si sakit itu. Mengenai kedermawanannya, beliau jika menggiling kurma miliknya dan meletakkannya di tempat penggilingan, maka kurma-kurma itu semuanya beliau sedekahkan, meskipun jumlahnya banyak.

Beliau mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya, baik itu di dalam kezuhudannya, ilmunya ataupun ibadahnya. Setelah ayahnya wafat, beliau pindah ke daerah Saml, dan memberikan tanah miliknya ke budaknya yang telah dimerdekakannya yang bernama Ja'far bin Mukhaddam. Tinggallah beliau di kota Saml. Beliau menikah dengan wanita dari daerah tersebut dan dilahirkannya salah seorang anaknya yang bernama Jadid. Sampai akhirnya beliau menutup mata untuk terakhir kalinya di kota tersebut pada tahun 383 H.

Radhiyallohu anhu wa ardhah...

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

1. Tasghir adalah suatu bentuk perubahan kata benda dengan memberikan sentuhan arti perendahan maknanya. Tashgir seringkali dipakai dalam kata benda nama. Misalnya saja orang-orang arab seringkali memanggil nama anak-anaknya yang bernama Ali yang masih kecil dengan men-tasghir-kan kata Ali dengan Ulai, yang memberi sentuhan arti "Ali kecil".
Lanjut

Al-Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad ra

Beliau adalah Al-Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi bin Ja'far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang yang tinggi di dalam keutamaan, kebaikan, kemuliaan, akhlak dan budi pekertinya. Beliau juga seorang yang sangat dermawan dan pemurah.

Beliau berasal dari negara Irak, tepatnya di kota Basrah. Ketika beliau mencapai kesempurnaan di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, bersinarlah mata batinnya dan memancarlah cahaya kewaliannya, sehingga tersingkaplah padanya hakekat kehidupan dunia dan akherat, mana hal-hal yang bersifat baik dan buruk.

Beliau di Irak adalah seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan kehidupan yang makmur. Akan tetapi ketika beliau mulai melihat tanda-tanda menyebarnya racun hawa nafsu disana, beliau lebih mementingkan keselamatan agamanya dan kelezatan untuk tetap beribadah menghadap Allah SWT. Beliau mulai menjauhi itu semua dan membulatkan tekadnya untuk berhijrah, dengan niat mengikuti perintah Allah, "Bersegeralah kalian lari kepada Allah..." Adapun sebab-sebab kenapa beliau memutuskan untuk berhijrah dan menyelamatkan agamanya dan keluarganya, dikarenakan tersebarnya para ahlul bid'ah dan munculnya gangguan kepada para Alawiyyin, serta begitu sengitnya intimidasi yang datang kepada mereka. Pada saat itu muncul sekumpulan manusia-manusia bengis yang suka membunuh dan menganiaya. Mereka menguasai kota Basrah dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka membunuh dengan sadis para kaum muslimin. Mereka juga mencela kaum perempuan muslimin dan menghargainya dengan harga 2 dirham. Mereka pernah membunuh sekitar 300.000 jiwa dalam waktu satu hari. Ash-Shuly menceritakan tentang hal ini bahwa jumlah total kaum muslimin yang terbunuh pada saat itu adalah sebanyak 1.500.000 jiwa.

Pemimpin besar mereka adalah seorang yang pandir dengan mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin, padahal nasab itu tidak ada. Ia suka mencaci Ustman, Ali, Thalhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah. Ini termasuk salah satu golongan dalam Khawarij.

Karena sebab-sebab itu, Al-Imam Ahmad memutuskan untuk berhijrah. Kemudian pada tahun 317 H, berhijrahlah beliau bersama keluarga dan kerabatnya dari Basrah menuju ke Madinah. Termasuk di dalam rombongan tersebut adalah putra beliau yang bernama Ubaidillah dan anak-anaknya, yaitu Alwi (kakek keluarga Ba'alawy), Bashri (kakek keluarga Bashri), dan Jadid (kakek keluarga Jadid). Mereka semua adalah orang-orang sunni, ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang sufi dan sholeh. Termasuk juga yang ikut dalam rombongan beliau adalah para budak dan pembantu beliau, serta termasuk didalamnya adalah kakek dari keluarga Al-Ahdal. Dan juga ikut diantaranya adalah kakek keluarga Bani Qadim (Bani Ahdal dan Qadim adalah termasuk keturunan dari paman-paman beliau).

Pada tahun ke-2 hijrahnya beliau, beliau menunaikan ibadah haji beserta orang-orang yang ikut hijrah bersamanya. Kemudian setelah itu, beliau melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju ke Hadramaut. Masuklah beliau ke daerah Hajrain dan menetap disana untuk beberapa lama. Setelah itu beliau melanjutkan ke desa Jusyair. Tak lama disana, beliau lalu melanjutkan kembali perjalanannya dan akhirnya sampailah di daerah Husaisah (nama desa yang berlembah dekat Tarim). Akhirnya beliau memutuskan untuk menetap disana.

Semenjak beliau menetap disana, mulai terkenallah daerah tersebut. Disana beliau mulai menyebarkan-luaskan As-Sunnah. Banyak orang disana yang insyaf dan kembali kepada As-Sunnah berkat beliau. Beliau berhasil menyelamatkan keturunannya dari fitnah jaman.

Masuknya beliau ke Hadramaut dan menetap disana banyak mendatangkan jasa besar. Sehingga berkata seorang ulama besar, Al-Imam Fadhl bin Abdullah bin Fadhl, "Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah. Barangsiapa yang tidak menaruh rasa husnudz dzon kepada keluarga Ba'alawy, maka tidak ada kebaikan padanya." Hadramaut menjadi mulia berkat keberadaan beliau dan keturunannya disana. Sulthanah binti Ali Az-Zabiidy (semoga Allah merahmatinya) telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW, dimana di mimpi tersebut Rasulullah SAW masuk ke dalam kediaman salah seorang Saadah Ba'alawy, sambil berkata, "Ini rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta." Radhiyallohu anhu wa ardhah...

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Lanjut

Al-Imam Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi ra

[Al-Imam Muhammad An-Naqib - Ali Al-’Uraidhi - Ja’far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW]

Beliau, Al-Imam Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi, dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Dari semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya sampai ayahnya pindah ke kota ‘Uraidh. Beliau sendiri akhirnya lebih memilih untuk tinggal di kota Basrah.

Beliau adalah seorang yang zuhud terhadap dunia dan menjauhi kepemimpinan. Beliau seorang yang sangat wara’ dan dermawan. Beberapa ulama yang pernah menyebutkan nama beliau di antaranya Ibnu ‘Unbah, Al-’Amri, dan juga para ahli syair banyak memujinya.

Adapun putra beliau, yaitu Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-’Uraidhi, adalah seorang imam yang sempurna, terkumpul pada dirinya berbagai sifat mulia, dan permata bagi Al-Husainiyyin.

Beliau tinggal di Irak. Beliau dijuluki dengan Ar-Rumi, dikarenakan kulitnya yang berwarna kemerahan. Beliau juga dijuluki Al-Azraq, dikarenakan mata beliau yang berwarna biru.
Beliau adalah seorang yang sangat gemar menuntut ilmu, sehingga beliau dapat menguasai berbagai macam keutamaan dan ilmu. Beliau juga adalah seorang yang dermawan, tempat meminta fatwa dan tinggi kedudukannya.

Beliau beberapa kali menikah sehingga dikaruniai banyak anak. Beliau meninggal di kota Basrah. Beliau meninggalkan 30 orang putra dan 5 orang putri.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy]

Lanjut

Al-Imam Ali bin Ja'far Ash-Shodiq ra

Beliau adalah Al-Imam Ali bin Ja'far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan julukan Al-'Uraidhi, karena beliau tinggal di suatu daerah yang bernama 'Uraidh (sekitar 4 mil dari kota Madinah). Beliau juga dipanggil dengan Abu Hasan.

Beliau dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Kemudian beliau memilih untuk tinggal di daerah 'Uraidh. Beliau adalah seorang tekun dalam beribadah, dermawan dan seorang ulama besar. Beliau, diantara saudara-saudaranya, adalah anak yang paling bungsu, yang paling panjang umurnya dan paling menonjol keutamaan. Ayah beliau (yaitu Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) meninggal ketika beliau masih kecil.

Beliau mengambil ilmu dari ayah dan teman ayahnya. Beliau juga mengambil ilmu dari saudaranya, yaitu Musa Al-Kadzim. Beliau juga mengambil ilmu dari Hasan bin Zeid bin Ali Zainal Abidin. Banyak orang yang meriwayatkan hadits melalui jalur beliau, diantaranya 2 putranya (yaitu Ahmad dan Muhammad), cucunya (yaitu Abdullah bin Hasan bin Ali Al-'Uraidhi), putra keponakannya (yaitu Ismail bin Muhammad bin Ishaq bin Ja'far Ash-Shodiq1), dan juga Al-Imam Al-Buzzi.

Berkata Al-Imam Adz-Dzahabi di dalam kitabnya Al-Miizaan, "Ali bin Ja'far Ash-Shodiq meriwayatkan hadits dari ayahnya, juga dari saudaranya (yaitu Musa Al-Kadzim), dan juga dari Ats-Tsauri. Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau di antaranya Al-Jahdhami, Al-Buzzi, Al-Ausi, dan ada beberapa lagi. At-Turmudzi juga meriwayatkan hadits dari beliau di dalam kitabnya." Adz-Dzahabi juga berkata di dalam kitabnya Al-Kaasyif, "Ali bin Ja'far bin Muhammad meriwayatkan hadits dari ayahnya, dan juga dari saudaranya (yaitu Musa Al-Kadzim). Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah dua putranya (yaitu Muhammad dan Ahmad) dan juga ada beberapa orang. Beliau meninggal pada tahun 112 H..." Adz-Dzahabi juga meriwayatkan suatu hadits dengan mengambil sanad dari beliau, dari ayahnya terus sampai kepada Al-Imam Ali bin Abi Thalib, "Sesungguhnya Nabi SAW memegang tangan Hasan dan Husain, sambil berkata, 'Barangsiapa yang mencintaiku dan mencintai kedua orang ini dan ayah dari keduanya, maka ia akan bersamaku di dalam kedudukanku (surga) ada hari kiamat.' " Asy-Syeikh Ibnu Hajar juga berkata di dalam kitabnya At-Taqrib, "Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain adalah salah seorang tokoh besar pada abad ke-10 H..." Al-Imam Al-Yaafi'i memujinya di dalam kitab Tarikh-nya. Demikian juga Al-Imam Al-Qadhi menyebutkannya di dalam kitabnya Asy-Syifa', dan juga mensanadkan hadits dari beliau, serta meriwayatkan hadits yang panjang tentang sifat-sifat Nabi SAW. Al-Imam Ahmad di dalam Musnad-nya juga meriwayatkan hadits dari jalur beliau. Demikian juga beberapa orang menyebutkan nama beliau, di antaranya As-Sayyid Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan As-Sayyid As-Samhudi.

Beliau, Al-Imam Ali Al-'Uraidhi, lebih mengutamakan menghindari ketenaran dan takut dari hal-hal yang dapat menyebabkan dikenal. Beliau dikaruniai umur panjang, sampai dapat menjumpai cucu dari cucunya. Beliau meninggal pada tahun 112H di kota 'Uraidh dan disemayamkan di kota tersebut. Makam beliau sempat tak diketahui, lalu As-Sayyid Zain bin Abdullah Bahasan menampakkannya, sehingga terkenal hingga sekarang. Beliau meninggalkan beberapa putra, yang hidup diantaranya 4 orang, yaitu Ahmad Asy-Sya'rani, Hasan, Ja'far Al-Asghar dan Muhammad (datuk Bani Alawy).

Radhiyallohu anhu wa ardhah...

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

NB : Dalam sumber lain dikatakan bahwa Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq mempunyai 8 orang putra dan 2 orang putri (Nafaais Al-'Uquud fii Syajarah Aal Ba'abud, Ustadz Muhammad bin Husin bin Ali Ba'abud, hal. 10, manuskrip). Kemungkinan Ishaq disitu adalah salah seorang dari 8 orang putra beliau yang belum disebutkan dalam manaqib Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq kemarin.

http://www.asyraaf.net
Lanjut

Al-Imam Ja'far bin Muhammad Al-Baqir ra

dari kiri ke kanan : Imam Hasan ra, Imam Zainal Abidin, Imam Muhammad Al Baqir, Imam Ja'far Shodiq

Beliau adalah Al-Imam Ja'far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan julukan Ash-Shodiq (orang yang jujur). Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu Abdullah dan juga dengan panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma bintu Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) pernah berkata, "Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua kali." Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq dilahirkan di kota Madinah pada hari Senin, malam ke 13 dari Rabi'ul Awal, tahun 80 H (ada yang menyebutkan tahun 83 H). Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka) yang mengambil ilmu dari beliau, diantaranya Yahya bin Sa'id, Ibnu Juraid, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin 'Uyainah, Abu Hanifah, Su'bah dan Ayyub.

Banyak ilmu dan pengetahuan yang diturunkan dari beliau, sehingga nama beliau tersohor luas seantero negeri. Umar bin Miqdam berkata, "Jika aku melihat kepada Ja'far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah keturunan nabi." Sebagian dari mutiara kalam beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) adalah: "Tiada bekal yang lebih utama daripada takwa. Tiada sesuatu yang lebih baik daripada diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan. Tiada penyakit yang lebih parah daripada berbohong." "Jika engkau mendengar suatu kalimat dari seorang muslim, maka bawalah kalimat itu pada sebaik-baiknya tempat yang engkau temui. Jika engkau tak mampu untuk mendapatkan wadah tempat kalimat tersebut, maka celalah dirimu sendiri." "Jika engkau berbuat dosa, maka memohon ampunlah, karena sesungguhnya dosa-dosa itu telah dibebankan di leher-leher manusia sebelum ia diciptakan. Dan sesungguhnya kebinasaan yang dahsyat itu adalah terletak pada melakukan dosa secara terus-menerus."

"Barangsiapa yang rizkinya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Barangsiapa yang dibuat kagum oleh sesuatu dan menginginkannya demikian terus, maka perbanyaklah ucapan maa syaa-allah laa quwwata illa billah." "Allah telah memerintahkan kepada dunia, 'Berkhidmatlah kepada orang yang berkhidmat kepadaku, dan buatlah payah orang yang berkhidmat kepadamu.' " "Fugaha itu orang yang memegang amanah para rasul, selama tidak masuk ke dalam pintu-pintu penguasa." "Jika engkau menjumpai sesuatu yang tidak engkau sukai dari perbuatan saudaramu, maka carilah satu, atau bahkan sampai tujuh puluh alasan, untuk membenarkan perbuatan saudaramu itu. Jika engkau masih belum mendapatkannya, maka katakanlah, 'Semoga ia mempunyai alasan tertentu (kenapa berbuat demikian) yang aku tidak mengetahuinya.' " "Empat hal yang tidak seharusnya bagi seorang yang mulia untuk memandang rendah: bangunnya dia dari tempat duduknya untuk menemui ayahnya, berkhidmatnya dia kepada tamunya, bangunnya dia dari atas binatang tunggangannya, dan berkhidmatnya dia kepada seorang yang menuntut ilmu kepadanya." "Tidaklah kebaikan itu sempurna kecuali dengan tiga hal : menganggapnya rendah (tidak berarti apa-apa), menutupinya dan mempercepatnya. Sesungguhnya jika engkau merendahkannya, ia akan menjadi agung. Jika engkau menutupinya, engkau telah menyempurnakannya. Jika engkau mempercepatnya, engkau akan dibahagiakannya."

Dari sebagian wasiat-wasiat beliau kepada putranya, Musa: "Wahai putraku, barangsiapa yang menerima dengan ikhlas apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka ia akan merasa berkecukupan. Barangsiapa yang membentangkan matanya untuk melihat apa-apa yang ada di tangannya selainnya, maka ia akan mati miskin. Barangsiapa yang tidak rela dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka berarti ia telah menuduh Allah di dalam qadha'-Nya." "Barangsiapa yang memandang rendah kesalahannya sendiri, maka ia akan membesar-besarkan kesalahan orang lain. Barangsiapa yang memandang kecil kesalahan orang lain, maka ia akan memandang besar kesalahannya sendiri." "Wahai anakku, barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang menghunuskan pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya." "Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat orang-orang bodoh, maka ia akan dipandang rendah. Barangsiapa yang bergaul dengan ulama, ia akan dipandang mulia. Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat kejelekan, maka ia akan dituduh melakukan kejelekan itu." "Wahai putraku, janganlah engkau masuk di dalam sesuatu yang tidak membawa manfaat apa-apa kepadamu, supaya engkau tidak menjadi hina." "Wahai putraku, katakanlah yang benar, walaupun berdampak baik kepadamu ataupun berdampak buruk." "Wahai putraku, jadikan dirimu memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran, menyambung tali silaturrahmi kepada seorang yang memutuskan hubungan denganmu, menyapa kepada seorang yang bersikap diam kepadamu, dan memberi kepada seorang yang meminta darimu. Jauhilah daripada perbuatan mengadu domba, karena hal itu akan menanamkan kedengkian di hati manusia. Jauhilah daripada perbuatan membuka aib-aib manusia." "Wahai putraku, jika engkau berkunjung, maka kunjungilah orang-orang yang baik, dan janganlah mengunjungi orang-orang pendusta." Beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) meninggal di kota Madinah pada malam Senin, pertengahan bulan Rajab, tahun 148 H dan disemayamkan di pekuburan Baqi' di dalam qubah Al-Abbas, dekat dengan makam ayahnya, kakeknya dan paman kakeknya Hasan bin Ali. Beliau meninggalkan lima orang putra, yaitu Muhammad, Ismail, Abdullah, Musa dan Ali Al-'Uraidhi (kakek daripada keluarga Ba'alawy).

Radhiyallohu anhu wa ardhah...

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

http://www.asyraaf.net
Lanjut

Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin ra

dari kiri ke kanan : Imam Hasan ra, Imam Zainal Abidin, Imam Muhammad Al Baqir, Imam Ja'far Shodiq

Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah Abu Ja'far.

Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, "Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu." Beliau bertanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?." Jabir menjawab, "Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, 'Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, 'Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.' Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.' "

Beliau, Muhammad Al-Baqir, adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota Madinah pada hari Jum'at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya ayahnya, Al-Imam Al-Husain.

Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah, "Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih." "Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir." "Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan." "Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin." "Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu." Beliau jika tertawa, beliau berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku." Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua). Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, "Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban." Di antara kalam mutiara beliau yang lain, "Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rezeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan 'Laa haula wa laa quwwata illaa billah'. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, 'Hasbunallah wa ni'mal wakiil'. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, 'Maa syaa'allah, laa quwwata illaa billah'. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, 'Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil 'ibaad'. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, 'Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.' "

Beliau wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi', tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu Ja'far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau yang bernama Ja'far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq.

Radhiyallohu anhu wa ardhah...

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy

http://www.asyraaf.net
Lanjut

Al-Imam Ali Zainal Abidin ra

dari kiri ke kanan : Imam Hasan ra, Imam Zainal Abidin, Imam Muhammad Al Baqir, Imam Ja'far Shodiq

Beliau adalah Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dijuluki dengan julukan Abal Hasan atau Abal Husain. Beliau juga dijuluki dengan As-Sajjad (orang yang ahli sujud).

Beliau adalah seorang yang ahli ibadah dan panutan penghambaan dan ketaatan kepada Allah. Beliau meninggalkan segala sesuatu kecuali Tuhannya dan berpaling dari yang selain-Nya, serta yang selalu menghadap-Nya. Hati dan anggota tubuhnya diliputi ketenangan karena ketinggian makrifahnya kepada Allah, rasa hormatnya dan rasa takutnya kepada-Nya. Itulah sifat-sifat beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin.

Beliau dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasi tabi'in. Beliau juga seorang imam agung. Beliau banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya (Al-Imam Husain), pamannya Al-Imam Hasan, Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir bin Makhromah, Abu Hurairah, Shofiyyah, Aisyah, Ummu Kultsum, serta para ummahatul mukminin/isteri-isteri Nabi SAW (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin, mewarisi sifat-sifat ayahnya (semoga Allah meridhoi keduanya) di didalam ilmu, zuhud dan ibadah, serta mengumpulkan keagungan sifatnya pada dirinya di dalam setiap sesuatu.

Berkata Yahya Al-Anshari, "Dia (Al-Imam Ali) adalah paling mulianya Bani Hasyim yang pernah saya lihat." Berkata Zuhri, "Saya tidak pernah menjumpai di kota Madinah orang yang lebih mulia dari beliau." Hammad berkata, "Beliau adalah paling mulianya Bani Hasyim yang saya jumpai terakhir di kota Madinah." Abubakar bin Abi Syaibah berkata, "Sanad yang paling dapat dipercaya adalah yang berasal dari Az-Zuhri dari Ali dari Al-Husain dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib."

Kelahiran beliau dan Az-Zuhri terjadi pada hari yang sama. Sebelum kelahirannya, Nabi SAW sudah menyebutkannya. Beliau shalat 1000 rakaat setiap hari dan malamnya. Beliau jika berwudhu, pucat wajahnya. Ketika ditanya kenapa demikian, beliau menjawab, "Tahukah engkau kepada siapa aku akan menghadap?." Beliau tidak suka seseorang membantunya untuk mengucurkan air ketika berwudhu. Beliau tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, baik dalam keadaan di rumah ataupun bepergian. Beliau memuji Abubakar, Umar dan Utsman (semoga Allah meridhoi mereka semua). Ketika berhaji dan terdengar kalimat, "Labbaikallah...," beliau pingsan.

Suatu saat ketika beliau baru saja keluar dari masjid, seorang laki-laki menemuinya dan mencacinya dengan sedemikian kerasnya. Spontan orang-orang di sekitarnya, baik budak-budak dan tuan-tuannya, bersegera ingin menghakimi orang tersebut, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau hanya berkata, "Tunggulah sebentar orang laki-laki ini." Sesudah itu beliau menghampirinya dan berkata kepadanya, "Apa yang engkau tidak ketahui dari diriku lebih banyak lagi. Apakah engkau butuh sesuatu sehingga saya dapat membantumu?." Orang laki-laki itu merasa malu. Beliau lalu memberinya 1000 dirham. Maka berkata laki-laki itu, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar cucu Rasulullah."

Beliau berkata, "Kami ini ahlul bait, jika sudah memberi, pantang untuk menginginkan balasannya." Beliau sempat hidup bersama kakeknya, Al-Imam Ali bin Abi Thalib, selama 2 tahun, bersama pamannya, Al-Imam Hasan, 10 tahun, dan bersama ayahnya, Al-Imam Husain, 11 tahun (semoga Allah meridhoi mereka semua).

Beliau setiap malamnya memangkul sendiri sekarung makanan diatas punggungnya dan menyedekahkan kepada para fakir miskin di kota Madinah. Beliau berkata, "Sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi itu dapat memadamkan murka Tuhan." Muhammad bin Ishaq berkata, "Sebagian dari orang-orang Madinah, mereka hidup tanpa mengetahui dari mana asalnya penghidupan mereka. Pada saat Ali bin Al-Husain wafat, mereka tak lagi mendapatkan penghidupan itu."

Beliau jika meminjamkan uang, tak pernah meminta kembali uangnya. Beliau jika meminjamkan pakaian, tak pernah meminta kembali pakaiannya. Beliau jika sudah berjanji, tak mau makan dan minum, sampai beliau dapat memenuhi janjinya. Ketika beliau berhaji atau berperang mengendarai tunggangannya, beliau tak pernah memukul tunggangannya itu. Manaqib dan keutamaan-keutamaan beliau tak dapat dihitung, selalu dikenal dan dikenang, hanya saja kami meringkasnya disini. Beliau meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan disemayamkan di pekuburan Baqi', dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah.

Radhiyallohu anhu wa ardhah...

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

http://www.asyraaf.net
Lanjut

Al Imam Alwi bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Assegaff

Sekilas Mengenai Keluarga Al Imam Alwi bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Assegaff

Susun galur nasabnya adalah seperti berikut:

As Syech Al Imam Alwi bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff bin Muhammad Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al Qhuyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholi' Qasam.......Rasulullah Muhammad SAW.

As Syech Al Imam Alwi Asseggaff adalah generasi ke 23 dari Rasulullah Muhammad S.A.W. Al Imam Alwi bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Assegaf, wafat di Tarim tahun 826 H mempunyai 3 orang putra yaitu:

1. Ali, mempunyai 3 orang putra yaitu:

* Muhammad, terputus.
* Abdullah, mempunyai 4 orang putra kemudian semuanya terputus.
* Abdurrahman Al A'yan, mempunyai seorang putra dan terputus.

2. Abdurrahman, mempunyai 5 orang putra yaitu:

* Salim, mempunyai seorang putra yakni Abdurrahman kemudian terputus.
* Hasan, terputus.
* Muhammad, terputus.
* Alwi, terputus.
* Umar, mempunyai 3 orang anak yaitu:

1. Abdurrahman, terputus.
2. Muhammad, terputus.
3. Hasan, mempunyai seorang anak yakni Umar, keturunannya ada di Ethiopia.

3. Ahmad Shohib Maryamah, wafat di Tarim 829 H, dari sinilah keturunan ini berkembang sangat besar, mempunyai 5 orang anak yaitu:

* Umar Al Maknun, mempunyai 4 orang putra:

1. Hasan, terputus.
2. Ali, terputus.
3. Abdurrahman, terputus.
4. Ahmad Al Maknun, keturunannya tercatat hingga generasi ke 10.

* Ibrahim, terputus.
* Muhammad, terputus.
* Syech, terputus pada generasi ke 2.
* Alwi, wafat di Tarim, dari sinilah keturunan Ahmad Shohib Maryamah berkembang menjadi beberapa furu'.

Al Habib Alwi bin Ahmad Shohib Maryamah ini mempunyai 2 orang putra yaitu:

1. Ali, mempunyai 3 orang putra yaitu:

* Syech, terputus.
* Alwi, terputus.
* Abdurrahman, mempunyai 4 orang putra yaitu:

1. Alwi, terputus.
2. Syahabudin, terputus.
3. Umar
4. Muhammad, mempunyai 2 orang putra yakni:

* Syech, dari sinilah muncul furu' Asseggaf Maula Al Qaisiah, furu' ini dimulai dari Al Habib Muhammad (Maula Qaisiah) bin Abdurrahman bin Muhammad bin Syech. Sejarah mencatat dari keturunan ini menjadi menantu Sultan Machmud Badaruddin II bin Sultan Muhammad Baha'uddin, Sultan Palembang Darussalam (1803-1821) M. beliau adalah Syarief Umar bin Muhammad (Maula Qaisiah) bin Abdurrahman. Syarief Umar dan anaknya Syarief Abdullah bersama-sama dengan Sultan Machmud Badaruddin pada tanggal 3 Juli 1821 dibuang Pemerintahan Belanda dengan naik kapal Fregar Dageraa, berangkat ke Betawi tanggal 6 Juli 1821, sampai di Betawi 28 Juli 1821. Setelah itu perjalanan di teruskan, pada Maret 1822, Sultan dan Syarief Umar Assegaf di asingkan di Ternate. Karena Belanda takut akan pengaruh Sultan Badaruddin di Ternate maka Sultan di kembalikan ke Palembang sedangkan Syarief Umar tetap di Ternate dan wafat disana. Sementara Syarief Abdullah bin Umar Assegaff di buang ke Tondano. Keturunannya hingga saat ini banyak disana dan ada sebagian hijrah ke Jakarta. Sementara itu saudara Syarief Umar yaitu Abdurrahman juga masuk ke Ternate, keturunannya ada di Ternate, Solo, Jakarta dan Semarang.
* Abdullah Al Mu'allim, keturunannya ada di Semarang, Seiwun, Magelang, Tegineneng (Lampung) dan Jakarta

2. Abdurrahman, mempunyai 4 orang putra yaitu:

* Ibrahim, wafat 975 H terputus.
* Syech, keturunannya ada di Hauthah, Zubaidi dan Maryamah.
* Alwi, keturunannya ada di Madinah, Singapura, India, Banjarmasin, Surabaya, Pasuruan dan Jakarta.
* Ahmad Syarief, wafat 998 H, mempunyai 2 orang putra yaitu:

1. Muhammad
2. Abdurrahman, mempunyai anak Ahmad dan Al Habib Ahmad mempunyai 5 orang anak yaitu:

* Abdullah, diantara keturunan dari garis ini yang termasyhur di bidang nasab adalah Al Habib Ali bin Ja'far b Syech Assegaff yang dari karya beliau yang menjadi rujukan utama bagi ilmu nasab hingga saat ini. Keturunannya tersebar di Seiwun, Singapura, Pasuruan, Betawi, Sukabumi dan Jakarta.
* Syech, terputus.
* Idrus, terputus.
* Muhammad, terputus.
* Abdurrahman, keturunannya tersebar di Seiwun, Semarang, Gresik, Pekalongan, Cirebon, Banjarmasin dan Pasuruan.

Sumber: Naqobatul Asyrof Al-Qubro
Lanjut